Jurnalismalang.com — Indonesia darurat generasi Demokrasi, mengingat arus politik Indonesia saat ini begitu miris, saling tikam menghalalkan segala cara demi tujuan politis, mungkin gambaran politik saat ini sebagai acuan pemuda yang mulai mengenal dunia politik seperti halnya Mahasiswa.
Pemilu Raya Mahasiswa Unisma yang diselenggarakan saat ini sangat terstruktur layaknya Pemilu Negara, terdapat pembentukan KPU, Bawaslu, dan MBP pusat dan fakultas, proses jalanya pemilu juga lengkap dengan syarat syarat ketentuan KPU.
Sayangnya para Mahasiswa sudah terkontaminasi mental mental pelaku politik tidak sehat, apa memang pihak pendamping dari kampus tidak memberi arahan tentang wawasan pendidikan politik baik, bijak dan bersih, apa mungkin pergerakan arus politik di Unisma memang seperti itu sehingga Mahasiswa meniru gaya politik kampusnya.
Pendidikan Bahasa dan sastra Indonesia (PBSI) Unisma salah satu gambaran tidak sehatnya cara politik mahasiswa, terindikasi panitia pelaksana pemilihan tidak transparan dari segi sistem pendaftaran hingga keputusan KPU, hal ini yang disesalkan sebagian mahasiswa yang mencalonkan diri merasa ada ketidakwajaran dalam jalanya pemilu ini.
“Memang sulit persaingan di Unisma kalau kita maju tanpa ada bendera, karna mayoritas di Unisma mereka maju dengan bendera organisasi ekstra kampus yang selalu mendapat perlakuan istimewa dari pihak pihak kampus, disini kami netral dan menjunjung misi kerukunan di kampus ini” ujar salah satu mahasiswa yang tak berkenan menyebut nama bahkan inisialnya.
Ketua KPU fakultas PBSI saat dikonfirmasi pewarta jurnalismalang.com melalui telepon terkait masalah ketidakmaksimalan dalam menjalankan sistem KPU malah enggan memberikan komentar dan tak ada tanggapan jelas, bahkan dia menyarankan media bertanya langsung pada pimpinan Fakultas PBSI-FKIP Unisma
Menurut sumber, mental pemuda Indonesia sudah seperti ini apa masih ada istilah pemuda penerus bangsa, jika penerus bangsa seperti ini Indonesia tidak akan menemukan titik terang Sampai kapanpun, pihak pendidik Unisma harus menanggapi ini, kalau perlu ada akademik khusus tentang politik agar total belajar tentang dunia politik.
“Universitas tempat belajar ilmu apapun untuk bekal kelak didunia luar, karakter akan menentukan gimana cara metode pengajaran saat masih menjadi mahasiswa, semoga mental mahasiswa bukan mental pecundang, mahasiswa sebagai penerus bangsa yang punya kemampuan, wawasan yang luas dengan baik, bijak dan bersih sehingga bisa membangun Indonesia lebih baik,” harap pria yang merasa proses pencalonanya disabotase oleh KPU.
Seperti diketahui, selama ini memang hanya ada satu organisasi ekstra kampus saja yang bebas melaksanakan kegiatan bahkan mengibarkan bendera organisasi ekstra didalam kampus, hal ini tentu memantik konflik, mengingat organisasi ekstra kampus lainya tidak boleh berkegiatan didalam kampus, sudah tentu ini bertentangan dengan semangat demokrasi. Informasi terkini, pihak dari organisasi ekstra kampus menyatakan kepada sumber berita akan menarik dua kandidatnya dari bursa pencalonan, akan tetapi ada MOU yang harus ditandatangani oleh sumber berita dan itu sangat janggal, menunjukkan kekhawatiran sikap tidak demokratis itu di publish media. (doi/DnD)