Warga Srimulyo Dampit Robohkan Pagar Kejaksaan Negeri Kabupaten Malang

Jurnalismalang – Warga Srimulyo Dampit merasa terlalu lama menunggu proses negosiasi di ruang kejaksaan, sehingga membuat pendemo merobohkan pintu gerbang kejaksaan karena kecewa.

Abdul Qohar, Kepala Kejaksaan Negeri Kabupaten Malang mengaku, bahwa kasus ini berawal dari persoalan penyidikan yang dilakukan kepolisian.

“Penyidiknya adalah kepolisian sehingga kewenangan ada disana,” ujar Abdul Qohar Kajari Kabupaten Malang.

Ada dua unsur yang belum lengkap dalam kasus ini, yakni unsur memaksa seseorang memberikan sesuatu untuk membayar atau menerima pembayaran dengan potongan atau untuk mengerjakan sesuatu untuk keuntungan dirinya sendiri.

“Bisa dinyatakan P-21 apabila berkas sudah lengkap dan lapornyakan ke penyidik,” ujar Qohar kepada wartawan, Selasa (26/2/2019).

AKP Sunardi Riyono Kabag Ops Polres Malang menambahkan, empat hari lagi berkas di kejaksaan akan ada keputusan dinyatakan lengkap atau belum lengkap, kalau dinyatakan lengkap berarti P21, tinggal kepolisian menyerahkan tersangka dan barang bukti ke kejaksaan.

Alternatif kedua kalau dalam empat hari berkas perkara belum lengkap, maka berkas perkara dikembalikan kepada kepolisian dengan diberikan petunjuk untuk dilengkapi.

“Tadi sudah disepakati dalam waktu sepuluh hari, dengan para wakil sampean,”ujar Sunardi dihadapan pendemo di halaman Kejaksaan Negeri Kabupaten Malang yang disambut sorak oleh para pendemo.

Kabag Ops Polres Malang mengaku, wakil pendemo akan datang kembali untuk berdiskusi dan bekerja sama untuk melengkapi berkas perkara, dengan tujuan agar kasus ini bisa terungkap.

“Apabila janji sepuluh hari tidak kelar, maka pihak kepolisian siap mendukung dalam melakukan penahanan kepada para tersangka dalam kasus prona.

Prawito, Koordinator aksi mengatakan, dalam kasus ini warga diberi janji oleh salah satu oknum kepolisian, tetapi hampir dua tahun kasus ini tidak juga selesai.

“Beberapa warga dimintai perangkat Desa Srimulyo uang untuk pengurusan tanah prona, ada yang dimintai Rp 600.000 sampai 10 juta, kemudian kasus bedah rumah yang seharusnya 10 juta diberikan hanya 9 juta  oleh pamong desa.(Yon/DnD)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Top