Jurnalismalang.com – Universitas Brawijaya (UB) Malang, kembali mengukuhkan 2 Profesor yang kali ini dari Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan (FPIK), yaitu Prof. Dr. Ir. Edi Susilo, MS., dalam Bidang Ilmu Sosiologi Perikanan, dan Prof. Dr. Ir. Dewa Gede Raka Wiadnya, MSc., dalam Bidang Ilmu Eksplorasi Sumber Daya Ikan, dimana proses pengukuhan secara resmi dilakukan pada, Selasa (09/07/2024).
Dalam pemaparannya, Prof. Dr. Ir. Edi Susilo, MS., menjelaskan tentang Sruktur Sosial Progresif-Integratif (S2PI), sebuah konsep untuk mengurangi kemiskinan nelayan di Indonesia.
Menurutnya, kemiskinan di Indonesia tidak mungkin bisa dihilangkan namun harus dikurangi, dimana salah satu caranya adalah dengan meletakkan implementasi pembangunan yang benar-benar menuju apa yang dibutuhkan rakyat, karena selama ini banyak kebijakan yang berada untuk kebutuhan Pemerintah.
“Oleh karena itu saya merasa bahwa petugas LSM dan Perguruan Tinggi, bagaimana meyakinkan Pemerintah bahwa ada kekeliruan ketika melaksanakan kebijakan. Jadi mereka disadarkan dulu, kalau nelayan itu tidak bisa disamakan dengan petani. Dan yang terakhir kami mempelajari, bahwa model sosial itu berguna untuk mengurangi kemiskinan, tapi justru hancur oleh pembangunan itu sendiri,” katanya.
Ia menilai beberapa kebijakan Pemerintah yang selama ini dilakukan perlu direvisi, dan melaksanakan pembangunan perikanan yang melibatkan masyarakat, dan benar-benar harus dilakukan.
“Dikatakan memang dari bawah, tapi tidak pernah begitu. Mereka bilang perlu masukan dari bawah, tapi pada prakteknya, (maaf) para pejabat tingkat satu dan dua, itu saya merasa dia gagal menerjemahkan dari Pusat, dan gagal menampung aspirasi masyarakat,” sambungnya.
(Prof. Dr. Ir. Dewa Gede Raka Wiadnya, MSc., saat menjelaskan terkait ribuan spesies ikan di laut)
Sementara itu, Prof. Dr. Ir. Dewa Gede Raka Wiadnya, MSc., dalam pemaparannya menyampaikan tentang deskripsi spesies ikan melalui pendekatan morfologi, osteo-staining, otolith, yang dikombinasi dengan DNA barcoding, menjadi alat yang komprehensif dan meyakinkan dalam proses identifikasi spesies ikan.
“Ketika kita mendapatkan sample ikan, kami punya dugaan spesies. Ketika kita menggunakan pendekatan morfologi, kita punya dugaan spesies yang pertama, lalu kita analisis menggunakan DNA, kemudian pendekatan ini kami mendapat beberapa bisa jadi selesai, tapi ada beberapa yang kami temukan ada sekian spesies yang mirip dan sama, lalu kami membuat teknik kimia untuk membuat tulangnya terlihat,” jelasnya.
Melalui penelitiannya itu, Prof. Gede menuturkan bahwa teknik tersebut bisa dijadikan standar dalam validasi spesies, mengingat ikan adalah kelompok vertebrata dengan jumlah spesies terbanyak, yang salah satunya adalah di Indonesia.
“Keraguan maupun kesalahan identifikasi terhadap spesics ikan telah beberapa kali dilaporkan oleh ahli taksonomi dan eksplorasi sumber daya ikan. Deposit spesimen morfologi, osteo-staining, otolih, dan DNA yang bisa diakses secara cepat akan sangat membantu peneliti lain dalam melakukan validasi spesies. Brawijaya Iehthyologicum Depository (BID) menjadi rumah yang tepat sebagai laman deposit maupun kurasi spesimen ikan,” pungkasnya.(DnD)