Jurnalismalang.com – Dalam rangka memperingati Hari Musik Nasional sekaligus mengenang pencipta lagu Indonesia Raya, W.R. Supratman yang ditetapkan sebagai Hari Musik Nasional, Museum Musik Indonesia (MMI) menggelar acara pemberian penghargaan dan sharing session, serta launching mars dan buku MMI ke-8, bertempat di Studio UBTV, pada Sabtu (02/03/2024).
Ketua MMI, Ratna Sari Wulandari menyampaikan, MMI juga melakukan penandatanganan MOU dengan UB Medcom, dimana kedepannya mereka akan mulai merancang sejumlah program kerjasama antara MMI dengan Medcom, seperti wacana soal musik keroncong dan rangkaian festival yang akan segera digelar.
“Kami tadi sudah ngobrol tentang banyak hal, tentang kira-kira apanih setahun kedepan yang bisa kita kerjasamakan. Ada wacana tentang musik keroncong, ada festival-festival. Karena UB Medcom ini kan media dan communications group ya, jadi pastinya seputar event,” terangnya.
Ratna pun mengaku surprise dengan banyaknya tamu undangan yang hadir memeriahkan Peringatan Hari Musik Nasional tahun ini, yang diperkirakan mencapai 80 persen dari kapasitas gedung sebanyak 225 orang, dimana mereka yang hadir juga berasal dari luar Malang, salah satunya penyanyi keroncong langganan Istana Negara, yakni Tuti Maryati.
(Ratna atau kerap disapa Nana Ketua MMI Malang saat ditemui disela acara)
Sementara itu, Pembina MMI, Pongki menyampaikan rasa terima kasihnya kepada berbagai pihak yang sudah mendukung MMI, salah satunya program kerjasama dengan UB Medcom, yang semakin menambah semangat untuk terus membangun MMI menjadi daya ungkit, mentrigger perkembangan musik di Indonesia.
“Jadi ini membuat kita semangat. Kalau dilihat yang hadir, musisi yang sepuh-sepuh itu menunjukkan bahwa kita tidak berhenti oleh usia. Bahwa sampai berapapun, kita hidup bisa bermakna, bermanfaat. Bisa menjadi inspirasi bahwa usia berapapun kita bisa berkiprah di dunia musik,” tuturnya.
Pongki menambahkan, kedepannya untuk MMI sebagai museum, pihaknya sedang melakukan proses persiapan untuk digitalisasi koleksi-koleksi museum, yang jumlahnya mencapai 40 ribu, dari berbagai macam jenis, seperti piringan hitam dan CD.
“Karena sekarang koleksi kita itu dalam bentuk fisik, jadi kalau ditaruh di museum itu seperti gudang. Nanti ini kan ndak, kita akan convert itu dalam bentuk digital, jadi lewat monitor kita bisa lihat koleksi-koleksinya,” tandasnya.(DnD)