Jurnalismalang – Ketua Komisi B DPRD Kota Malang, Bayu Rekso Aji, menyayangkan terjadinya gangguan aliran air yang dialami pelanggan Perumda Air Minum Tugu Tirta akibat proyek pembangunan drainase di sejumlah titik Kota Malang. Menurutnya, kejadian ini seharusnya bisa dihindari apabila terdapat koordinasi yang baik antara pihak pelaksana proyek dan Tugu Tirta sejak awal.
Bayu menilai bahwa proyek pembangunan, baik yang dilakukan oleh Pemerintah Kota Malang maupun pihak lain, semestinya berjalan tanpa menimbulkan dampak serius terhadap pelayanan publik. “Kami sangat menyayangkan, di lapangan sering kali terjadi kurangnya komunikasi teknis antara kontraktor proyek drainase dan Tugu Tirta. Akibatnya, masyarakat menjadi korban karena terganggu akses air bersihnya,” ujarnya, Senin (21/10).
Ia menegaskan, Komisi B yang bermitra dengan Perumda Tugu Tirta akan meminta keterangan resmi dari manajemen perusahaan daerah tersebut untuk menjelaskan kronologi dan langkah penanganan yang dilakukan. “Kami ingin memastikan bahwa pelayanan kepada masyarakat tetap menjadi prioritas utama. Gangguan teknis boleh terjadi, tetapi harus diantisipasi dan ditangani cepat,” tegasnya.
Bayu juga meminta agar Tugu Tirta bergerak cepat dalam melakukan pemulihan aliran air di wilayah terdampak. Ia menilai, penanganan harus dilakukan tidak hanya reaktif tetapi juga dengan sistem siaga agar setiap kali terjadi kebocoran, tim teknis dapat langsung turun di lokasi. “Tugu Tirta harus memperkuat koordinasi lapangan dan menyiagakan tim 24 jam. Jangan sampai pelanggan menunggu terlalu lama,” imbuhnya.
Lebih lanjut, Bayu menyarankan agar ke depan setiap proyek pembangunan yang berpotensi bersinggungan dengan utilitas publik seperti pipa air, jaringan listrik, atau kabel komunikasi, wajib melibatkan koordinasi lintas instansi sejak tahap perencanaan. “Perencanaan yang baik akan mencegah insiden berulang seperti ini. Pemerintah kota juga harus membuat mekanisme koordinasi teknis antar-OPD dan BUMD,” katanya.
Komisi B juga mendorong agar pelanggan yang dirugikan akibat gangguan air ini dapat diberikan bentuk relaksasi atau kompensasi. Menurut Bayu, hal tersebut penting sebagai bentuk tanggung jawab moral dan pelayanan publik. “Kalau pelanggan sudah membayar tagihan tetapi tidak menerima pelayanan secara penuh karena gangguan, harus ada bentuk kompensasi, baik pengurangan tagihan atau bentuk lain yang adil,” jelasnya.
Bayu menambahkan, pihaknya juga akan mengusulkan agar ke depan Tugu Tirta memiliki sistem pemetaan digital jaringan pipa distribusi yang terintegrasi dengan Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (DPUPR). “Dengan sistem informasi jaringan yang jelas, kontraktor bisa tahu titik pipa aktif, sehingga bisa menghindari benturan saat menggali proyek,” paparnya.
Sebagai penutup, Ketua Komisi B itu mengingatkan bahwa pelayanan air bersih adalah kebutuhan dasar masyarakat yang tidak boleh terganggu terlalu lama. “Kami berharap kejadian ini menjadi pembelajaran bersama. Koordinasi dan tanggung jawab harus diperkuat, agar masyarakat tidak kembali menjadi korban dari lemahnya komunikasi antarlembaga,” tandas Bayu. (DnD)