Kritisi Aksi Massa Anarkis, Dekan Fakultas Hukum se-Indonesia Gelar Deklarasi Bersama

Jurnalismalang – Rentetan peristiwa menyampaikan pendapat di ruang publik yang berujung aksi kekerasan dan perusakan belakangan ini telah memicu keprihatinan dari berbagai kalangan, termasuk Badan Kerja Sama Fakultas Hukum (BKS FH) PTN se-Indonesia.

“Desakan bagi aparat hukum untuk melakukan perbaikan proses penegakan hukum yang proporsional, berkeadilan substantif, transparan, dan akuntabel, termasuk dengan mengevaluasi diskresi penangkapan aktivis serta membentuk tim pencari fakta untuk mengungkap kebenaran dan keadilan bagi korban,” merupakan bunyi salah satu butir Pernyataan Bersama Dekan FH PTN se-Indonesia yang dirilis di Universitas Brawijaya Malang pada Rabu (03/09) ini.

Dekan FH UB Dr. Aan Eko Widiarto, S.H., M. Hum menganggap aksi perusakan dan penjarahan menimbulkan kecurigaan bahwa hal tersebut tidak lagi menyiratkan kewajaran tingkah laku para demonstran mahasiswa atau pelajar.

“Situasi seperti itu menurut saya sudah tidak murni. Kembali ke jaman Pak Jokowi, waktu itu ada protes RUU KPK dan KUHP. Mahasiswa protes ya protes aja, tapi tidak sampai merembet ke pembakaran fasilitas umum dan penjarahan,” ujar Dekan FH Aan Eko. “Saya yakin bila ini masyarakat umum, maksimal hanya sampai bentrokan.”

Massa menolak dibubarkan karena hari sudah sore, yang kemudian dibubarkan paksa oleh aparat adalah tindakan yang sah-sah saja. Aparat memiliki kapasitas hukum untuk menjaga ketertiban masyarakat dan dapat berlaku represif bila terjadi perlawanan massa. Bentrokan yang terjadi akibat situasi seperti ini dinilai normal atau dapat terjadi.


(Ketua BKS FH PTN se-Indonesia Dahliana Hasan ditemui saat disela acara)

“Tetapi kalau sampai dini hari melakukan pembakaran dan penjarahan, saya tidak yakin para pelakunya adalah mereka yang dari awal ingin menyatakan pendapat soal tunjangan DPR,” tegas Aan. “Apalagi sampai melakukan pembakaran cagar budaya. Grahadi di Surabaya itu kan cagar budaya. Saya nggak yakin ini adalah massa yang murni.”

Sementara itu, situasi hukum di Indonesia saat ini dinilai telah mencerminkan banyak ketidakadilan yang melukai hati masyarakat. Inilah yang menyebabkan mereka meluapkan kekesalannya dalam bentuk aksi protes.

“Tunjangan jabatan DPR dinaikkan padahal masyarakat saat ini banyak yang mencari kerja. Bukankah itu sangat menyakiti perasaan masyarakat?” kata Ketua BKS FH PTN se-Indonesia Dahliana Hasan. “Kemudian ada juga sistem perpajakan yang belum berpihak pada masyarakat, kemudian hasilnya juga digunakan untuk kepentingan elit politik.”

Dahliana menilai, pejabat publik sebagai pelayan masyarakat seharusnya melayani, bukan kemudian menjadi represif. Maka ketika aksi damai berlangsung seharusnya tuntutan masyarakat didengar dan diaktualisasikan dalam kebijakan, bukan malah melakukan tindakan yang melanggar hak asasi manusia. (DnD)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Top