Jurnalismalang, Malang – Universitas Brawijaya (UB) menambah delapan guru besar baru. Prosesi pengukuhan berlangsung Rabu (21/8/2025), dan tiap profesor membawa gagasan segar yang dekat dengan kehidupan sehari-hari, mulai dari desain kota yang ramah pejalan kaki sampai inovasi teh daun kopi untuk kesehatan mental.
Kota yang Membuat Orang Mau Jalan Kaki
Salah satunya, Prof. Ir. Jenny Ernawati, MSP., Ph.D. dari Fakultas Teknik, resmi menyandang gelar profesor di bidang Rancang Kota dan Environment-Behavior Studies.
Dalam pidato pengukuhannya, ia memperkenalkan RATAP, singkatan dari Rancang Kota Ramah Pejalan Kaki. Menurutnya, desain kota harus mengutamakan manusia, bukan sekadar tampilan fisik.
“Desain kota tidak hanya menyenangkan secara estetika, tapi juga bermanfaat secara fungsional dan psikologis,” jelasnya.
RATAP menekankan bahwa lebar trotoar, tata hijau, keamanan, hingga identitas lokal punya pengaruh besar terhadap kebiasaan orang berjalan kaki. Ia mencontohkan kawasan Kayutangan di Malang yang mulai ramah pejalan kaki, meski masih perlu perbaikan terutama soal tata hijau dan keamanan.
“Kita ambil contoh untuk kawasan Kayutangan Malang, dimana orang nyaman berjalan kaki dan beraktifitas pada sore dan malam hari, karena banyak disuguhi hiburan serta orang Indonesia yang lebih suka berjalan pada saat matahari sudah teduh atau malam hari. Tinggal Pemerintah Kota Malang yang meningkatkan fasilitas untuk pejalan kaki dan teduhnya jalan yang akan dilewati,” pungkas Prof. Ir. Jenny Ernawati, MSP., Ph.D.
Teh Daun Kopi untuk Kesehatan Jiwa
Dari Fakultas Teknologi Pertanian, Prof. Kiki Fibrianto, STP., M. Phil., Ph.D. juga menarik perhatian. Ia resmi menjadi profesor ke-436 di UB, dan fokus pada isu yang makin relevan: kesehatan mental.
Prof. Kiki menyoroti bahwa stres, kecemasan, dan depresi terus meningkat, sementara cara penanganan konvensional belum cukup. Ia lalu menawarkan pendekatan baru yang unik: teh daun kopi.
Daun kopi yang biasanya dianggap limbah ternyata mengandung senyawa alami yang bisa menenangkan otak. Untuk membuktikannya, ia mengembangkan Face-DAKO, teknologi berbasis kecerdasan buatan yang bisa membaca ekspresi wajah seseorang setelah minum teh daun kopi, lalu menilai apakah benar memberi efek relaksasi.
“Dengan pendekatan ini, kita bisa ukur dampaknya secara real-time, lebih objektif, dan sekaligus memberi nilai tambah pada komoditas kopi,” ujarnya.
Untuk daun kopi yang paling berkualitas adalah daun kopi jenis Robusta yang sudah tua, biasanya dipapras untuk dibuang dan dijadikan pakan ternak kambing, padahal dari penelitian daun kopi Robusta asal Ampelgading Tirtoyudo mengandung senyawa aktif untuk relaksasi.
Gagasan Lain dari Profesor Baru
Selain dua nama itu, UB juga mengukuhkan profesor lain dengan riset yang tak kalah menarik:
Prof. Putu Mahardika Adi Saputra, S.E., M.Si., M.A., Ph.D. (FEB) dengan gagasan SPATRA DUAL untuk membaca arah perdagangan global.
Prof. Dr. Budi Santoso, S.H., LLM. (FH) dengan konsep Model Flexicurity, kerangka hukum ketenagakerjaan di era digital.
Dari Kampus untuk Kehidupan
Bertambahnya guru besar ini jadi bukti bahwa universitas bukan hanya tempat belajar teori, tapi juga melahirkan solusi nyata. Dari cara kota didesain agar orang mau jalan kaki, hingga cara menikmati secangkir teh daun kopi untuk kesehatan jiwa, ide-ide ini diharapkan bisa memberi dampak langsung pada masyarakat. (DnD)