Jurnalismalang – Isu propaganda terorisme masih menjadi ancaman serius bagi Indonesia, untuk itu Universitas Brawijaya Malang menggelar diskusi dan deklarasi bersama dalam menolak paham intoleran, radikalisme dan terorisme di Universitas Brawijaya.
Kombespol Budi Hermanto, S.I.K., M.Si dalam sambutannya mengharapkan deklarasi antara Universitas Brawijaya dengan Densus 88 bukan hanya sekedar deklarasi secara formal, tetapi benar mewujudkan Indonesia yang aman dan menggelontorkan hal positif di masyarakat baik lewat tridharma UB, yaitu pendidikan, penelitian dan pengabdian kepada masyarakat.
“Semoga kerjasama antara Universitas Brawijaya dan Densus 88 bisa menjadi pilot project bagi universitas lainnya di Indonesia, untuk memerangi intoleransi dan terorisme yang kini sudah mulai memasuki dunia pendidikan,” sambut Kombespol Budi Hermanto, S.I.K., M.Si.
Kombespol Ami Prindani, S.I.K., M.Si Direktur Pencegahan Densus 88 mengapresiasi atas sambutan hangat luar biasa dari seluruh mahasiswa dan juga seluruh civitas Universitas Brawijaya, bahkan dirinya juga sangat optimis pembahasan kerjasama pks antara UB dengan Densus 88.
“Kerjasama yang bagus ini akan menjadi role model bagi PKS universitas lainnya. Terkait Ilham Alfarizi, mahasiswa semester 6 jurusan Hubungan Internasional Fisip UB yang ditangkap oleh Densus 88, berawal dari keingintahuan mahasiswa untuk mendalami agama yang salah guru dari youtube, sehingga masuk kedalam kelompok radikal”
“Semua barang bukti sudah cukup membuktikan bahwa ilham dipersiapkan untuk menyerang polisi, mulai dari senjata airsoft gun, busur panah dan juga penyiapan fisik dengan mengikuti UKM Mapala, dengan naik ke gunung dan dipersiapkan menggelar pengajian eksklusif kelompok tertentu,” ungkap Kombespol Ami.
Direktur Pencegahan Densus 88 itu juga menjelaskan, jika kalangan pendidikan sudah mulai diserang intoleransi dan terorisme, tidak hanya mahasiswa, tapi dosen juga ada yang terkena virus terorisme sehingga dalam pengajarannya disisipkan ajaran intoleran, bahkan bulan kemarin juga ada mahasiswa IPDN yang ditangkap karena masuk dalam jaringan JAD.
“Dalam lima tahun terakhir ini jumlah penangkapan kasus terorisme terus meningkat dan setiap tahun mencapai angka 350an orang, padahal sebelumnya hanya 50 hingga 60 orang saja. Ini menjadi bukti bahwa ISIS terus merusak otak masyarakat, agar mendirikan negara khilafah yang ujung-ujungnya akan menghancurkan negara seperti di Irak, Syria dan beberapa negara timur tengah lainnya,” tambah Kombespol Ami dari atas podium.
Menanggapi hal itu, Prof Widodo, S.Si.,M.Si., PhD. Med. Sc Rektor UB secara tegas menolak adanya paham intoleran, radikalisme dan terorisme di Universitas Brawijaya, karena seluruh Civitas UB adalah bagian dari Indonesia, sehingga tidak boleh adanya sikap intoleran dan mahasiswa diarahkan dalam world class university agar mahasiswa open mind dan tidak boleh eksklusif.
“Kita semua bagian dari masyarakat yang majemuk, jika ditemukan oknum dosen atau pengajar yang masuk dalam aliran radikal, kemungkinan mereka terpapar dari luar kampus, karena mahasiswa ataupun dosen berada di kampus sekitar empat hingga lima jam setiap hari, sisa waktunya banyak kegiatan diluar kampus,” imbuh rektor UB itu.
Untuk diketahui usai menggelar seminar di FISIP UB, acara dilanjutkan dengan menggelar deklarasi bersama dalam menolak paham intoleran, radikalisme dan terorisme di Universitas Brawijaya. (DnD)