Jurnalismalang – Kandungan logam berat dalam tanah, terutama di wilayah di mana ada pertambangan, sulit dihilangkan. Tanaman pangan yang ditanam di atasnya akan menyerap kandungan logam berat dari dalam tanah. Apabila tanaman ini dikonsumsi, maka akan berbahaya untuk kesehatan, hal itu menjadi bahan orasi ilmiah dari Pengukuhan Guru Besar UNITRI Prof. Dr. Ir. Amir Hamzah, M. P., Sabtu (23/08/25) di GOR UNITRI Malang.
“Pangan yang kita konsumsi saat ini memang sudah tidak sehat, karena tanahnya sudah tercemar,” ungkap Prof. Dr. Ir. Amir Hamzah, M. P. kepada awak media di sela-sela acara Pengukuhan Guru Besar Universitas Tribuana Tunggadewi (Unitri) Malang, Sabtu (23/08). “Itulah hasil riset saya. Sehingga bagaimana caranya meremediasi, atau membersihkan logam berat itu dari dalam tanah.”
Di acara tersebut, Prof. Amir membawakan pidato ilmiahnya yang berkaitan dengan topik di atas, yaitu Remediasi Logam Berat: Strategi Restorasi Kualitas Tanah untuk Penguatan Ketahanan Pangan.
Ia menyentil tentang program pemerintah Makan Bergizi Gratis, di mana makanan akan mustahil bisa bergizi apabila bahan pangannya tercemar logam berat.
“Teknologi remediasi melalui berbagai penelitian yang kami lakukan bertujuan menemukan cara bagaimana menggunakan tanaman lokal yang ada di sekitar wilayah itu untuk membersihkan tanah,” tambah Prof. Amir.
Menurut Prof. Amir, pihaknya sudah bekerja sama dengan kelompok petani dari Batu untuk meneliti tentang penggunaan tanaman rumput sebagai pembersih tanah. Teknisnya, suatu lahan yang akan ditanami tanaman pangan ditanami rumput terlebih dahulu untuk menyerap kandungan logam berat. Setelah itu, rumput dipanen kemudian barulah ditanam tanaman pangan.
Ketua LLDIKTI Wilayah VII Prof. Dr. Dyah Sawitri, S.E, M.M. menyambut baik pelantikan profesor baru dan berharap para profesor yang nantinya akan dilantik di waktu mendatang turut berkontribusi pada program pemerintah dalam hal swasembada pangan, hilirisasi, dan teknologi terbarukan.
“Harapannya para profesor itu mampu mengoptimalkan peluang dan kekuatan baru sesuai bidangnya,” jelas Prof. Dyah. “Misalnya Prof. Amir membahas tentang restorasi tanah agar bisa ditanami pangan guna ketahanan pangan, inilah yang namanya profesor berdampak.”
Sementara itu, Rektor Unitri, Prof. Dr. Ir. Eko Handayanto, M.Sc., juga mengungkapkan pandangan tentang profesor berdampak, yang merupakan jargon Kemenristekdikti saat ini.
“Kalau dulu Kampus Merdeka, sekarang Kampus Berdampak, jadi maksudnya di sini apa yang dikerjakan ada manfaatnya,” papar Prof. Eko. “Kami bersyukur guru besar asli dari Unitri sudah bertambah menjadi empat. Mudah-mudahan tahun depan kami bisa menambahkan dua profesor baru.” (DnD)