Jurnalismalang.com – Dalam acara “Sosialisasi Penguatan Pendidikan Integritas di Perguruan Tinggi Negeri (PIEPTN) dan Pengendalian Gratifikasi”, yang digelar di Aula Gedung F lantai 7, Fakultas Ekonomi dan Bisnis (FEB), pada Senin (21/7/2025), Universitas Brawijaya (UB) Malang menegaskan komitmennya dalam memerangi korupsi di lingkungan akademik, dengan kolaborasi strategis bersama Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Rektor UB Malang, Prof. Widodo, dalam sambutannya menyampaikan apresiasi atas kehadiran Ketua KPK, sebagai bentuk penguatan gerakan anti-korupsi di kampusnya, serta menekankan bahwa pencegahan korupsi adalah kunci untuk membangun bangsa yang berintegritas.
“Saya ucapkan banyak terima kasih kepada Pak Ketua KPK yang berkenan hadir dalam rangka penguatan pendidikan anti korupsi di Universitas Brawijaya. Ini menjadi bagian penting saya kira dalam rangka pencegahan dan juga perbaikan sistem agar masyarakat Indonesia semakin baik dan tidak ada korupsi lagi di Indonesia ke depan,” ujarnya.
Ia melanjutkan, UB Malang telah mengambil sejumlah langkah mitigasi untuk mencegah praktik gratifikasi, dan telah menjalankan prinsip Zero Tolerance terhadap korupsi melalui pembangunan Zona Integritas (ZI) di seluruh unit kampus.
“Kalau tadi disampaikan, di UB sudah tidak perlu memperkuat lagi. Kami sudah ada mitigasi. Mulai dari mahasiswa mau ujian skripsi sampai lulus, kami sudah ada mitigasi agar tidak memberikan sesuatu kepada Bapak-Ibu dosen. Kami juga punya tim khusus untuk pengendalian gratifikasi. Kami siap bersinergi dengan KPK dalam pencegahan dan pendidikan antikorupsi, dan terus berbenah agar tata kelola kampus bebas dari penyalahgunaan wewenang,” sambungnya.
Sementara itu, Ketua KPK, Setyo Budiyanto yang hadir sebagai pembicara utama, memaparkan soal urgensi peran perguruan tinggi, sebagai garda depan pemberantasan korupsi di Indonesia.
Meski mengapresiasi langkah yang sudah dilakukan UB Malang, namun Ia membeberkan data mengkhawatirkan, dari Survei Penilaian Integritas Pendidikan 2024 milik KPK.
“Kami memiliki survei yang menunjukkan bahwa pelanggaran integritas masih marak,” ungkap Setyo. Ia lalu merinci beberapa temuan kunci, yakni Kejujuran Akademik: 58% mahasiswa pernah menyontek dan 43% dosen terindikasi melakukan plagiarisme. Ada juga ketidakdisiplinan, 96% kampus tercatat memiliki dosen yang pernah tidak hadir mengajar tanpa alasan jelas. Kemudian, dalam bentuk gratifikasi dan Suap, 30% guru dan 18% kepala sekolah atau rektor terindikasi pernah menerima gratifikasi. Ini menunjukkan bahwa jika ruang akademik kehilangan integritas, masa depan bangsa kehilangan pondasinya,” tegas Setyo.
Setyo pun menyoroti pentingnya transparansi dalam pengelolaan anggaran, penerimaan mahasiswa baru, serta proses pemilihan pimpinan perguruan tinggi, serta menjabarkan 3 peran strategis mahasiswa dalam gerakan antikorupsi, yaitu sebagai calon pemimpin bangsa, agen perubahan, dan penopang masa depan Indonesia.
“Jangan hanya kejar nilai. Mahasiswa harus memiliki karakter, mentalitas, dan sikap yang benar dan berintegritas. Ilmu itu ibarat senjata, bisa membangun peradaban, bisa juga menghancurkannya. Yang membedakan adalah hati nurani,” pungkasnya.(DnD)