Jurnalismalang.com – Bertempat di Auditorium Fakultas Hukum (FH) Universitas Brawijaya (UB) Malang, pada 10-12 September 2024, digelar Konferensi Internasional bertajuk “Membangun Ketahanan dan Mengatasi Dampak Perubahan Iklim melalui Kerangka Restorative Justice”, dimana Konferensi tersebut adalah hasil kolaborasi antara FH-UB Malang dengan Australia Catholic University (ACU) Thomas More Law School dan Australia-Indonesia Disability Research and Advocacy Network (AIDRAN).
Rektor UB Malang, Prof. Widodo, S.Si., M.Si., Ph.D.Med.Sc., menyampaikan apresiasi tinggi atas kinerja tim dan Dekan dari FH-UB, yang berhasil menjalin kerjasama Internasional dalam rangka meningkatkan mutu research yang berimpact luar biasa bagi komunitas, dimana research soal implementasi hukum terhadap global warming, lingkungan, dampak perubahan iklim bagi difabel serta hal terkait lainnya, menjadi terobosan baru dan harus terus ditingkatkan.
“Research yang langsung berhubungan dengan community nantinya akan berimpact besar, dan harapannya data yang terkumpul tadi menjadi kebijakan. Saya mohon kepada Pak Dekan, bagaimana data yang ada bisa tersampaikan kepada Presiden,” ujarnya.
Ia menuturkan bahwa kerjasama dan Konferensi Internasional tersebut sejalan dengan Visi Misi UB Malang sebagai Kampus Inklusif, yang memiliki Global Mindset, serta bentuk support untuk mencapai World Class University.
(Dekan Fakultas Hukum Universitas Brawijaya saat membersihkan sambutan)
Sementara itu, Dekan FH-UB Malang, Dr. Aan Eko Widiarto menjelaskan bahwa Pemerintah Australia melalui KONEKSI (Collaboration for Knowledge, Innovation and Technology Australia and Indonesia), mengundang proposal bertema Resilience Global Warming untuk menghadapi pemanasan global, dan FH-UB melihat dari sisi hukumnya dalam rangka menghadapi pemanasan global tersebut mengangkat tema Restorative Justice, yang keadilannya menitikberatkan pada perempuan, disabilitas dan masyarakat adat.
“Jadi bagaimana mereka bisa mendapatkan keadilan akibat perubahan iklim ini, itu kita gali. Misalnya akses bagi difabel yang semakin terbatas akibat global warming, sehingga dalam musrenbang seharusnya mereka didengar agar akses mereka lebih baik lagi,” katanya.
Konferensi yang menghadirkan beberapa pembicara kunci untuk berbagi pandangan dan pengalaman terkait perubahan iklim, keadilan sosial serta kerangka Restorative Justice tersebut, diharapkan dapat meningkatkan kesadaran tentang dampak perubahan iklim terhadap perempuan, difabel dan masyarakat adat, mengidentifikasi praktik Restorative Justice untuk mengatasi dampaknya, serta mengembangkan strategi yang dapat melibatkan perempuan, penyandang disabilitas dan masyarakat adat.(DnD)