Peringati Dies Natalis ke 60, Filosofi Raden Wijaya Diusung Pelari Napak Tilas UB

Jurnalismalang – Tim pelari Napak Tilas Universitas Brawijaya tiba lebih cepat dari jadwal yang diprediksi, dimana seharusnya dengan berlari sejauh lima puluh kilometer ditempuh dengan waktu 12 jam, akan tetapi Tim Pelari Napak Tilas Raden Wijaya berhasil melahap jarak 73 kilometer hanya dengan waktu 12 jam.

Prof.Dr.Ir. Moch. Sasmito Djati, MS, Wakil Rektor 4 Universitas Brawijaya yang tak lain pemimpin Tim Pelari Napak Tilas Raden Wijaya ke Universitas Brawijaya, mengaku sangat berkesan dengan antusias para atlit lari, sehingga hal itu menambah kekuatan dalam menyelesaikan napak tilas dari Trowulan Mojokerto menuju Universitas Brawijaya.

“Meski saat pemberangkatan cuaca sangat berat, suhu dan kelembapan yang tinggi, serta banyak asap dari truk itu menjadi kritikan dari bapak rektor, karena terlalu berbahaya bagi pelari dalam menempuh jarak 107 kilometer. Tetapi ya itu tadi, teman-teman sangat bersemangat dan bahagia, sehingga tidak merasa capek serta termotivasi dalam melakukan napak tilas,” ungkap Sasmito Djati saat ditemui di garis finish Universitas Brawijaya.

Lebih lanjut pria kelahiran Yogyakarta itu menambahkan, hal lain yang menyenangkan dari napak tilas ini adalah kegiatan amal kepada ibu-ibu driver ojek online di Pos Purwodadi, sampai akhirnya tiba di finish lebih cepat dari target yang dicanangkan.

“Kami sangat terinspirasi dari Raden Wijaya sebagai pendiri Kerajaan Majapahit yang memiliki besar dalam menyatukan Nusantara, dengan menyatukan segala perbedaan budaya, agama dan suku yang menjadi satu dalam Bhineka Tunggal Ika. Ikon Raden Wijaya ini yang akan dibawa oleh Universitas Brawijaya dalam mengembangkan sains, dengan tetap menghargai perbedaan teknologi, sehingga saat mewujudkan visi misi akan didasari perbedaan budaya, suku dan agama di Universitas Brawijaya,” jelas Sasmito Djati yang juga pendekar silat Universitas Brawijaya.

Prof.Dr.Ir. Moch. Sasmito Djati, MS, mengharapkan setiap tahun bisa diselenggarakan napak tilas, sehingga karakter dari Universitas Brawijaya tidak terlupakan, apalagi setelah UB menjadi PTN BH maka persaingan global akan lebih ketat, tetapi budaya dalam ber Bhineka Tunggal Ika itu yang akan tetap menjadi karakter UB.

“Seperti halnya saat kita berada di suatu tempat yang berwarna merah dan kita pun juga sama berwarna merah, maka keberadaan kita seperti tidak ada karena tidak menjadi pembeda dalam lingkungan tersebut,” pungkas Sasmito Djati dalam ilustrasinya. (DnD)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Top