Jurnalismalang – Pendaftaran Panitia pemungutan suara sembilan kecamatan di Kabupaten Malang minim peminat, sehingga waktunya diperpanjang sesuai aturan yang ada.
Marhaendra Pramudya Mahardika, anggota Komisi Pemilihan Umum Kabupaten Malang Divisi Sosialisasi Pendidikan Pemilih Partisipasi Masyarakat dan Sumber Daya Manusia menjelaskan, KPUD Kabupaten Malang sudah membuka pendaftaran sesuai aturan yang ada.
Dari 390 desa se-Kabupaten Malang, ada 20 desa dari 9 kecamatan jumlah peminatnya tidak sesuai dengan aturan yang ada, sehingga sesuai keputusan KPU nomer 534 tahun 2022 waktu pendaftaran dilakukan perpanjangan dari yang semula batas akhir pendaftaran tanggal 27 Desember diperpanjang sampai 2 Januari 2022.
Pihaknya membantah minimnya peminat sebagai PPS di 9 kecamatan di 20 desa karena faktor traumatis pilpres tahun 2014.
“Saya tidak berani ngomong kalau persoalan itu,” ujar Marhaendra kepada Jurnalismalang.com.
Dalam masa penerimaan pendaftaran, dibutuhkan pendaftar minimal sejumlah dua kali kebutuhan untuk setiap desa atau kelurahan.
Mengatasi kekhawatiran seperti tahun 2014 lalu, KPUD Kabupaten Malang memberikan arahan agar peserta pendaftar menyertakan surat kesehatan dengan tiga syarat bebas kolesterol, kadar gula, hipertensi.
“Itu hal biasa di semua wilayah di Jawa Timur bisa terjadi seperti itu,” pungkasnya.
Salah satu mantan PPS yang enggan disebutkan namanya mengaku, dirinya sebenarnya khawatir dan cemas saat menjadi penyelenggara pemilihan di tingkat desa, karena saat terjadi sesuatu hal pihak terkait dalam hal ini KPUD, tidak bertanggung jawab dan tidak tersentuh secara hukum.
“Saat meninggal, keluarga yang ditinggal hanya diberi sebatas santunan saja, tidak lebih, belum lagi tekanan psikis dari berbagai pihak,” pungkasnya.
Seperti yang terjadi pada Sujatwati istri dari Sunaryo (56) warga Desa Keputihan, Kecamatan Tirtoyudo, Kabupaten Malang, yang menjadi anggota KPPS di daerahnya. Sunaryo meninggal dunia tiga hari sebelum pelaksanaan pemungutan suara Pemilu serentak 2019.
“Saya tegas menolak adanya bongkar makam. Tidak usah diautopsi,” tegas Sujatwati sembari menangis, karena betul-betul tak mau makam suaminya dibongkar.
Dari pengakuan Sujatwati, suami meninggal karena sudah lama terkena penyakit kanker usus. Bukan karena adanya unsur pembunuhan didalamnya. “Murni memang takdir dari Tuhan,” katanya, Kamis (16/5/2019).
Menurutnya, suaminya meninggal bukan karena jabatannya sebagai petugas KPPS saat pemilu dan tidak ada unsur pembunuhan didalamnya. “Tidak ada hubungannya dengan soal Pilpres dan lainnya,” akunya lagi. (DnD)