Malang – Malam Puncak penganugerahan Festival Film Malang (FFM), Rabu (30/3) malam digelar di depan Alun-alun Tugu. Hadir dalam acara ini Wali Kota Malang, HM Anton, Ketua Badan Ekonomi Kreatif (Bekraf), Triawan Munaf, Ketua TP PKK Hj. Farida Dewi Suryani, serta beberapa kepala SKPD.
Acara diawali dengan pentas tari yang diperagakan oleh Malang Creative Fusion (MCF) Dance dan dilanjut dengan pemutaran film pendek berjudul ‘Malang Hari Ini’ serta suguhan musik nan klasik oleh musisi asal Malang.
Dalam sambutannya, Wali Kota Malang, Abah Anton, mengaku sangat bangga dengan kebangkitan anak muda yang kreatif di Kota Malang.
“FFM menunjukkan bahwa kreatifitas Arek Malang pantas diunggulkan,” tandasnya.
Dihadapan para sineas dan masyarakat, Abah Anton juga menegaskan, jika Era Masyarakat Ekonomi Asean (MEA) ini, harus diimbangi dengan membangkitka ekonomi kreatif, karena hal itulah nanti yang akan mampu mengerek roda perekonomian.
“Saya yakin Kota Malang bisa menghadapi MEA dengan ekonomi kreatifnya,” tandasnya.
Ketua Bekraf, Triawan Munaf juga menyanjung komunitas film Malang yang sudah berhasil membuat festival untuk pertama kalinya.
“Film merupakan subsektor terpenting dalam ekonomi kreatif karenanya kelemahan dalam ekosistem perfilman telah kita atasi dengan mengubah peraturan perundang-undangannya,” kata Triawan.
Bahkan Triawan berharap festival film di Malang bisa merambah dunia internasional dengan menggelar Festival Film Internasional Malang.
“Malang ini sudah masuk peta internasional dalam ekonomi kreatif,” tukasnya.
Sementara itu, President FFM, Vicky Arif, mengatakan festival film, merupakan kolaborasi antara MCF dan sineas muda di Kota Malang. “Ini merupakan festival film pertama di Kota Malang,” kata Vicky.
Ia menjabarkan, sejak dibuka pada tanggal 15 Februari lalu, sekitar 217 film karya anak muda mendaftarkan diri dalam festival tersebut. “FFM hadir diapreasiasi cukup luas, kita usahakan festival ini bisa dinikmati seluruh warga,” tegasnya.
Selama ini publik hanya dicekoki sinetron yang tidak bermutu dan film horor yang terlalu vulgar, sehingga tidak memiliki nilai edukasi. “Kami ingin buktikan bahwa film bukan saja tontonan, namun juga tuntunan,” beber Vicky.